Dua bocah membuat gunung - gunungan di pinggir sungai. Mereka bersemangat mengumpulkan pasir - pasir yang diambil langsung dari sungai. Tangan dan jari - jarinya yang masih kecil berulang kali gagal untuk membuat gunung yang tinggi sesuai gambarannya.
Pada awalnya mereka tetap berteriak kegirangan ketika gunung pasir yang mereka bentuk runtuh, entah karena tersapu air yang kadang riaknya sampai ke atas atau roboh sendiri karena pasir yang ada di bawahnya telah mengering.
Mereka tidak putus asa. Jari - jari lentik mereka menyusun pasir dan membentuk gunung dengan hati hati. Hingga akhirnya salah seorang diantara mereka mereka berhasil membuat sebuah gunung pasir yang runcing ujungnya. Ia tertawa bangga akan hasil karyanya. Bahkan ia sempat menyebut dirinya lebih pandai dari pada temannya.
Karena merasa ditertawakan, teman anak itu mengambil air dan menyiramkannya ke gunung yang ujungnya runcing itu, sehingga robohlah gunung pasir kebanggaan itu. Kedua bocah yang tadi berangkat dan bermain bersama sekarang berkelahi.
Untung ada orang melihat kejadian itu. Dengan segera kedua anak dan diajak untuk saling memaafkan satu dengan yang lain. Kedua bocah saling bersalaman, mereka tertawa geli setelah melihat gunung - gunungan pasir mereka telah rata karena tersiram air sungai.
Tak jauh dari tempat itu beberapa murid sekolah yang sedang mencuci tenda bersimpati atas perbuatan sang nelayan yang telah mendamaikan ke dua bocah yang tadi bertengkar. Tetapi baru saja ia akan melangkah, sang nelayan sudah lebih dulu mengambil langkah.
"Bapak mau kemana?" tanya seorang murid.
"Saya ingin pulang!"
"Mengapa bapak tidak ingin mencari ikan lebih banyak lagi sebab disini ikannya sangat banyak!"
"Mengapa saya harus mencari ikan?"
"Supaya Bapak dapat menjual ikan sehingga Bapak dapat cepat menjadi kaya?"
"Mengapa saya harus kaya?"
"Dengan kekayaan hidup bapak menjadi tenang!"
"Sekarang saja hidup saya penuh ketenangan. Hanya orang - orang bodohlah yang menganggap kekayaan sebagai penjamin hidup tenang. apabila orang berhasil memperoleh kekayaan ia akan cenderung untuk merasa kekurangan sehingga mencari kembali begitu seterusnya.
Orang yang beranggapan, kekayaan atau harta melimpah sebagai penjamin kebahagiaan ia akan kecewa. Sebab ia tidak segan - segan berbuat tidak jujur, melukai orang, bersikap tidak adil, tega menutup mata terhadap penderitaan orang lain. Padahal semua itu pada akhirnya membuat hidup tidak bermakna penuh penyesalan."