Saturday 25 March 2017

KEKURANGANNYA BUKANLAH SEBUAH LELUCON YANG HARUS KAMU TERTAWAI

“Tak ada orang di dunia ini yang sempurna”, begitulah kalimat yang sering diucapkan orang jika dirinya merasa terjepit dalam suatu perdebatan atau jika salah mengerjakan sesuatu. Di desa, ibu – ibu sering berkumpul dan saling mencari kutu di kepala sambil bergosip menjelek - jelekkan ibu – ibu lain yang bukan partner gosipnya lalu si bapak datang dan mengatakan “Jangan suka bergosip! Ingat, manusia tak ada yang sempurna”!

Berbicara mengenai kekurangan atau ketidaksempurnaan, saya teringat dengan kaum difabel atau disabilitas. Siapa sajakah yang termasuk kaum itu? Ada orang buta, tuli, bisu, lumpuh, keterbelakangan mental, wanita malam, dan masih banyak lagi yang ditolak keberadaannya.

Saya ingin menceritakan sedikit pengalaman saya sewaktu di kampung. Di sana ada banyak saudara – saudara saya penyandang difabel. Ada yang bisu, buta, tuli, dan gila. Kebetulan salah seorang yang gila itu usianya masih muda dari saya dan tidak dipasung karena tidak mengganggu orang lain. Namanya Ferdy. Sebenarnya kurang cocok kalau saya katakan gila dan lebih tepatnya sarafnya putus dikarenakan sewaktu kecil sering sakit panas dan menyebabkan step terus menerus sampai keadaan saraf otaknya terganggu. Dia suka menyanyi walaupun seratus persen ngawur. Mungkin karena bukan gila makanya dia bisa mencari uang dari hasil nyanyiannya, mencari cabe di semak – semak yang tumbuh liar lalu menjualnya di pasar Baing yang beroperasi setiap hari rabu. Uang hasil jualannya untuk membantu ibunya yang sudah menjanda. Biasanya dia membeli keperluan dapur seperti bumbu – bumbu, sayur – mayur, atau kue untuk kakak – kakak dan adik – adiknya. Uang hasil nyanyinya lumayan banyak juga. Kadang – kadang mencapai ratusan ribu. Di samping banyak yang terhibur dengan nyanyiannya, tidak sedikit pula orang yang mengejeknya karena kotor, bau, atau mungkin karena dia beda dari orang normal pada umumnya sehingga mengata – ngatai, memaki, ataupun memukulnya.

Sebenarnya, apa itu kesempurnaan dan kekurangan? Bukankah kesempurnaan itu mutlak kepunyaan Tuhan Allah semata? Manusia bukanlah pribadi yang sempurna. Orang normal itu hanya lebih baik saja dari orang abnormal. Lalu mengapa ada ejekan, makian, cemoohan, dan cibiran? Bacaan injil tadi di gereja diambil dari injil Yohanes 9:1-41, berbicara tentang seorang buta yang disembuhkan Yesus. Saya sangat tertarik pada ayat 2-3 dari pasal tersebut yang berbunyi:
Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” Jawab Yesus, “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi supaya pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan di dalam dia”.

Di sini Yesus membetulkan pemahaman salah para murid bahwa setiap penyakit yang berat adalah akibat suatu dosa. Kadang-kadang penyakit disebabkan oleh dosa serius (Yoh 5:14), tetapi tidak selalu. Kadang-kadang penderitaan diizinkan Allah karena maksud ilahi, yaitu untuk menunjukkan kemurahan, kasih, dan kuasa Allah. Di dalam dunia sering kali orang yang tidak bersalah akan menderita sedangkan orang jahat tidak (bd. Mazmr 73:1-14). Peristiwa Yesus mencelikkan matanya menjadi salah satu bukti bahwa Yesus adalah Mesias (ayat 32-33). Sebuah kesaksian yang kuat di tengah tekanan orang Farisi yang membutakan hati dan menolak percaya. Apa kondisi yang harus ada agar pekerjaan Allah ini dinyatakan? Kita tahu jawabnya: orang ini harus terlahir buta.

Jika kita ditimpa kemalangan, kita cenderung bertanya, mengapa saya yang mengalami penderitaan ini. Kenapa bukan orang lain yang lebih jahat? Atau, andaikan orang lain yang berdosa, mengapa saya yang harus menanggung akibatnya? Pertanyaan-pertanyaan tidak terjawab ini berpotensi membuat kita makin terpuruk dalam kesedihan dan mengobarkan kemarahan karena merasa Allah berlaku tidak adil atau menghukum kita terlalu berat. Selain itu, kita mungkin kehilangan simpati terhadap orang yang kurang beruntung, menganggap sudah selayaknyalah ia menanggung derita tersebut.

Orang tua, sanak famili ataupun orang itu sendiri tidak mempunyai keinginan untuk cacat sejak lahir atau suatu saat akan cacat. Bukankah orang normal maupun orang abnormal itu sama – sama ciptaan Tuhan? Kalau mengerti tentang hal itu lalu mengapa ada cacian dan ejekan kepada penyandang disabilitas? Jika kamu salah satu orang yang suka mengolok - olok saudara – saudara penyandang disabilitas berarti kamu adalah salah satu orang yang meremehkan ciptaan Tuhan.