“Tak ada orang di dunia
ini yang sempurna”, begitulah kalimat yang sering diucapkan orang jika dirinya
merasa terjepit dalam suatu perdebatan atau jika salah mengerjakan sesuatu. Di
desa, ibu – ibu sering berkumpul dan saling mencari kutu di kepala sambil
bergosip menjelek - jelekkan ibu – ibu lain yang bukan partner gosipnya lalu si
bapak datang dan mengatakan “Jangan suka bergosip! Ingat, manusia tak ada yang
sempurna”!
Berbicara mengenai kekurangan
atau ketidaksempurnaan, saya teringat dengan kaum difabel atau disabilitas. Siapa
sajakah yang termasuk kaum itu? Ada orang buta, tuli, bisu, lumpuh, keterbelakangan
mental, wanita malam, dan masih banyak lagi yang ditolak keberadaannya.
Saya ingin menceritakan
sedikit pengalaman saya sewaktu di kampung. Di sana ada banyak saudara – saudara
saya penyandang difabel. Ada yang bisu, buta, tuli, dan gila. Kebetulan salah
seorang yang gila itu usianya masih muda dari saya dan tidak dipasung karena
tidak mengganggu orang lain. Namanya Ferdy. Sebenarnya kurang cocok kalau saya katakan
gila dan lebih tepatnya sarafnya putus dikarenakan sewaktu kecil sering sakit panas
dan menyebabkan step terus menerus sampai keadaan saraf otaknya terganggu. Dia
suka menyanyi walaupun seratus persen ngawur. Mungkin karena bukan gila makanya
dia bisa mencari uang dari hasil nyanyiannya, mencari cabe di semak – semak yang
tumbuh liar lalu menjualnya di pasar Baing yang beroperasi setiap hari rabu. Uang
hasil jualannya untuk membantu ibunya yang sudah menjanda. Biasanya dia membeli
keperluan dapur seperti bumbu – bumbu, sayur – mayur, atau kue untuk kakak – kakak
dan adik – adiknya. Uang hasil nyanyinya lumayan banyak juga. Kadang – kadang
mencapai ratusan ribu. Di samping banyak yang terhibur dengan nyanyiannya, tidak
sedikit pula orang yang mengejeknya karena kotor, bau, atau mungkin karena
dia beda dari orang normal pada umumnya sehingga mengata – ngatai, memaki, ataupun
memukulnya.
Sebenarnya, apa itu
kesempurnaan dan kekurangan? Bukankah kesempurnaan itu mutlak kepunyaan Tuhan Allah
semata? Manusia bukanlah pribadi yang sempurna. Orang normal itu hanya lebih baik
saja dari orang abnormal. Lalu mengapa ada ejekan, makian, cemoohan, dan cibiran? Bacaan injil tadi di
gereja diambil dari injil Yohanes 9:1-41, berbicara tentang seorang buta yang
disembuhkan Yesus. Saya sangat tertarik pada ayat 2-3 dari pasal tersebut yang
berbunyi:
”Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, “Rabi, siapakah yang berbuat
dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” Jawab
Yesus, “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi supaya
pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan di dalam dia”.
Di sini Yesus membetulkan pemahaman salah para murid
bahwa setiap penyakit yang berat adalah akibat suatu dosa. Kadang-kadang
penyakit disebabkan oleh dosa serius (Yoh 5:14), tetapi tidak selalu.
Kadang-kadang penderitaan diizinkan Allah karena maksud ilahi, yaitu untuk
menunjukkan kemurahan, kasih, dan kuasa Allah. Di dalam dunia sering kali orang
yang tidak bersalah akan menderita sedangkan orang jahat tidak (bd. Mazmr
73:1-14). Peristiwa Yesus mencelikkan matanya menjadi salah satu bukti bahwa
Yesus adalah Mesias (ayat 32-33). Sebuah kesaksian yang kuat di tengah tekanan
orang Farisi yang membutakan hati dan menolak percaya. Apa kondisi yang harus
ada agar pekerjaan Allah ini dinyatakan? Kita tahu jawabnya: orang ini harus
terlahir buta.
Jika kita ditimpa kemalangan, kita cenderung
bertanya, mengapa saya yang mengalami penderitaan ini. Kenapa bukan orang lain
yang lebih jahat? Atau, andaikan orang lain yang berdosa, mengapa saya yang
harus menanggung akibatnya? Pertanyaan-pertanyaan tidak terjawab ini berpotensi
membuat kita makin terpuruk dalam kesedihan dan mengobarkan kemarahan karena
merasa Allah berlaku tidak adil atau menghukum kita terlalu berat. Selain itu,
kita mungkin kehilangan simpati terhadap orang yang kurang beruntung,
menganggap sudah selayaknyalah ia menanggung derita tersebut.
Orang tua, sanak famili ataupun orang itu sendiri
tidak mempunyai keinginan untuk cacat sejak lahir atau suatu saat akan cacat.
Bukankah orang normal maupun orang abnormal itu sama – sama ciptaan Tuhan?
Kalau mengerti tentang hal itu lalu mengapa ada cacian dan ejekan kepada
penyandang disabilitas? Jika kamu salah satu orang yang suka mengolok - olok
saudara – saudara penyandang disabilitas berarti kamu adalah salah satu orang yang
meremehkan ciptaan Tuhan.
No comments:
Post a Comment