Wednesday 27 August 2014

BERBISNIS : HOBI ATAU KEBUTUHAN

Pada pelatihan kemarin tanggal 22 – 24 Agustus 2014, Stube – HEMAT mengusung tema “ Saaatnya Yang Muda Berkarya” dengan judul pada semester ini adalah “Social Entrepreneurship”. Tema ini sepertinya tidak asing lagi ditelinga saya karena tahun lalu waktu saya mengikuti LDKM kampus menggunakan tema yang hampir sama, yaitu : “Saatnya Yang Muda Memimpin”. Melihat dari tema dan judul tentunya berbicara tentang berbisinis. Berbisnis itu bukan hanya sekadar menjual atau membeli barang atau apapun yang bisa menghasilkan uang, tetapi juga memperhatikan berbagai hal seperti cara berbisnis, skill,kreatif dan bagaimana kita bersosialisasi dengan orang lain.
Pandangan orang – orang di desaku banyak yang menganggap bahwa bisnis itu kotor. Sama halnya dengan berpolitik. Tapi, menurut Anies Baswedan salah satu tim sukses Jokowi – Jk dalam pilpres kali lalu mengatakan bahwa politik itu tidak kotor, tregantung sektornya. Saya merasa bahwa ada benarnya juga karena yang banyak melakukan bisnis besar adalah mereka para elit tanpa melihat rakyat kecil semakin tertindas. Mereka bisa saja melakukan hal yang menurut masyarakat kecil tidak bisa dilakukan. Wajar saja, toh mereka mempunyai segalanya. “Semua butuh uang tapi uang bukanlah segalanya. Begitulah yang dikatakan Pak Endro Gunawan pada pelatihan kali lalu di wisma Marta.Memang benar adanya. Siapapun dia pasti butuh yang namanya Si Raja Dunia.
Berbisnis itu sudah dikeanl pada zaman Yesus belum ada. Zaman Nabi Elisa (2 Raja – Raja 4 : 1 – 7). Bercerita tentang bagaimana dia mengeluarkan seorang janda dari segala hutang – hutangnya. Masalah janda itu teratasi setelah solusi yang ditawarkan oleh Nabi Elisa diindahkan. Disini kita melihat iman bagaimana janda itu yakin dan percaya bahwa apa yang dilakukan Nabi Elisa membawa hasil. Motivasi yang dashyat dari Nabi Elisa memampukan mereka bekarja sama. Janda itu ingin belajar dan mau bekerja. Dalam Kitab suci Mat 25 : 14 – 30 ; Luk 19 : 12 – 27,bagaimana Yesus menceritakan perumpamaan tentang tiga hamba yang diberi talenta oleh rajanya. Hamba I dan II mengembangkan talenta yang diberikan tuannya 2 x lipat. Sedangkan hamba III mengubur talentanya itu dan tidak menghasilkan apa – apa. Hamba III menggambarkan orang yang malas. Dalam 2 Tesalonika 3 : 10 mengatakan : “ Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan”. Disini rasul Paulus menegur orang – orang yang malas. Bisnis itu bisa dilakukan oleh semua orang, tergantung ada niat ingin bekerja. Menurut Martin Luther bahwa berbisnis atau menjadi pengusaha itu sebagai salah satu panggilan Tuhan, tentunya dengan cara yang halal. Kreatifitas juga diperlukan dalam berbisnis. Kita harus mampu mengembangkan ide – ide kreatif juga jeli melihat realita dan peluang yang ada.
Dalam Markus 6 : 35 – 44, tentang Bagaimana Yesus member makan lima ribu orang . Disini ada situasi yang mendesak dimana orang – orang itu kelaparan. Judul diatas bahwa Berbisnis : Hobi atau Kebutuhan? Melihat realita kehidupan saya sekarang ini, jika saya berbisnis memang murni karena kebutuhan bukan hobi. Peran teman – teman / sesama sangat penting. Seperti uangkapan “ Saya tidak bisa hidup tanpa orang lain”. Disini kita saling menopang satu sama lain bukan sebaliknya. Dengan begitu kita lebih produktif dan termotivasi dalam berkarya.

Inilah yang menjadi refleksi saya. Pada suatu saat, saya akan bangun Sumba khususnya Lainjanji, yaitu desa saya. Saya ingin berbisnis selain tuntutan orang tua, yaitu mengajar. Ini bukan hobi tapi kebutuhan. Dari pada wira – wiri lebih baik wiraswasta seperti kata Pak Nyoman dari Bali kali lalu.

Friday 15 August 2014

ACARA RASULAN DI DESA GIRING, KECAMATAN PALIYAN, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, JOGJAKARTA

Pernahkah mendengar kata “ Rasulan “ ? Atau adakah yang sudah mendengar tapi belum tahu artinya? Begitupun saya sewaktu pertama kali mendengar kata itu. Setelah mendengar kata itu, didalam pikiran saya pasti artinya  semacam pelayan dalam gereja. Ketika mendengar bahwa kata “Rasulan” artinya bersih desa atau dusun, dalam pikiran saya pasti acara pembersihan lingkungan desa atau sekitar badan jalan di sekitar desa tersebut. Ternyata salah lagi. Maksud dari semua itu adalah acara adat tahunan masyarakat Jawa. Mungkin ini adalah pengalaman yang seru dan membuat pembaca sedikit mengeluarkan tenaga untuk sejenak tertawa. Adakah dari kalian yang mempunyai pengalaman seperti saya?
Hari itu adalah hari rabu, tanggal 30 Juli 2014. Di desa Giring, kecamatan Paliyan,Kabupaten Gunung Kidul, Jogjakarta mengadakan acara adat tahunan rasulan atau  bersih desa yang tentunya bekerja sama dengan kebudayaan Daerah Istimewah Jogjakarta (DIY). Dalam acara itu, seluruh warga ikut berpartisipasi mengikuti arak – arakan di jalan. Bukan hanya tari – tarian sebagai pengisi acara juga ada solawatan, campur sari dan katanya akan ditutup acara pesta rakyat itu dengan pertunjukkan wayang kulit pada malam harinya.
Tari – tarian yang memeriahkan acara itu bermacam – macam. Ada tari reog dari berbagai versi dan tari cadel. Mulai dari anak – anak sampai orang tua yang merupakan pemain musik tradisional dan juga penari. Mulai dari tarian yang anggun maupun tarian seram karena ada tarian yang berbusana seperti raksasa.
Hari raya Idul fitri atau Lebaran baru saja usai dan itu tidak menghalangi antusiasme warga untuk datang menonton acara pesta rakyat karena acara itu adalah acara yang ditunggu – tunggu setiap tahunnya. Semuanya gratis untuk menonton tanpa terkecuali. Mungkin itu merupakan rasa syukur mereka kepada Sang Pencipta setelah dijaga dan dilindungi  tanpa kurang sedikitpun.

Saya sangat senang dan bangga bisa menonton acara itu walaupun saya tidak mengerti bahasa Jawa Kromo. Ada yang dapat saya dapatkan pengalaman itu, yaitu : kebersamaan, kegembiraan, rasa syukur kepada Sang Pencipta. Dari semua itu, saya jadi teringat salah satu ajaran Tamansiswa, yaitu Kodrat Alam, “ Siapapun yang menjaga buminya, maka bumi akan menjaganya.


Gambar 1. Salah satu performance drumband dari SD


















                                                                                                                                                            Gambar 2. Antusiasme Warga