Pulau Sumba terkhusus Kabupaten
Sumba Timur memang terkenal dengan keindahan alam yang sangat indah. Selain masyarakatnya
yang ramah, para pengunjung juga akan dimanjakan matanya dengan pemandangan alam
yang sungguh eksotis. Mengapa begitu? Saat musim kemarau, padang yang banyak
ditumbuhi ilalang dan semak belukar akan berubah warna dari yang tadinya hijau
segar perlahan – lahan menjadi kuning kecokelatan. Jika diibaratkan seperti gadis
– gadis di pantai Miami, Amerika sedang berbaris rapih menunggu pangerannya tiba
dengan angin sepoi – sepoi seolah – olah para gadis itu melambaikan tangannya
kepada setiap orang yang lewat di sepanjang jalan.
Setiap daerah memiliki
spot – spot atau destinasi – destinasi tersendiri dengan wisata yang bermacam –
macam. Misalnya, di bukit Wai Rinding menyuguhkan pemandangan yang indah dengan
bukit yang menyerupai raja yang sedang tidur, di Tabundung dan Gunung Meja
menyuguhkan wisata alam yaitu, air terjun, di Rende akan menikmati wisata budaya,
di Pantai Kalalla dengan wisata baharinya.
Di Waijelu, tepatnya di
Desa Lainjanji terdapat beberapa destinasi wisata yang sangat disayangkan jika
dilewatkan begitu saja. Desa paling timur di Kabupaten Sumba Timur ini mempunyai
empat destinasi wisata, yaitu tiga diantaranya adalah wisata alam dan satu wisata
sejarah.Yuk, kita jelajahi satu persatu!
1 1.
Pantai
Watu Parunnu
Pantai
ini sudah cukup terkenal dikalangan masyarakat lokal maupun mancanegara. Setiap
hari libur atau saat tahun baru, banyak wisatawan yang berkunjung ke sana. Entah
ingin menghabiskan waktu libur atau juga sekadar menikmati keindahan pantainya.
Dari Waingapu bisa ditempuh dengan transportasi darat baik kendaraan pribadi(mobil,
motor) maupun angkutan umum(bus). Jarak yang harus ditempuh sekitar 162 km dengan
infrastruktur seperti jalan sudah memadai dan dipastikan perjalanan anda akan
lebih menyenangkan karena akan dimanjakan dengan hamparan padang sabana dan hewan
seperti Kuda, Kerbau, Sapi yang sedang merumput di sepanjang jalan menuju kesana.
Lokasinya sekitar 100 meter dari jalan raya.
Watu
Parunnu berasal dari Bahasa Sumba Timur (Hillu Humba, yaitu Hillu Mangili – Waijilu)
memiliki dua kata, yaitu: “Watu” yang artinya “Batu” dan “Parunnu” yang artinya
“Selam”. Jadi, jika diartikan secara keseluruhan “Watu Parunnu berarti Batu Yang
Dimasuki Lewat Menyelam”. Pantai Watu Parunnu memang sungguh unik karena ada batu
yang menjorok ke dalam laut dan di bawahnya terbentuk secara alami berupa gua.
Jika kita menuju ke barat menyusuri tepi pantai dengan tebing batu yang sangat
curam menambah pesona tempat itu. Bila ingin mengabadikan momen – momen itu
tentunya cuma bisa dilakukan jika saat air sedang surut. Sebenarnya 19 tahun yang
lalu sewaktu saya masih SD, sepanjang tebing terdapat beberapa gua yang
dipenuhi kelelawar. Sekarang gua – gua itu sudah tertutup pasir.
Aktifitas
wisatawan yang ke sana beragam. Ada yang mengabadikan momen dengan berfoto ria atau
yang sekarang lagi hits yaitu foto selfie. Ada yang bermain air, mandi, bermain
bola atau juga sekadar menikmati curamnya tebing batu yang sangat tinggi. Untuk
kuliner biasanya bawa dari rumah karena belum ada yang menjual makanan juga stand
oleh – oleh belum ada satupun.
Untuk
akomodasi juga belum ada di sekitar obyek wisata ini. Jika wisatawan mancanegara
ingin mencari penginapan bisa didapatkan di Watu Libung Resort, sekitar 10 Km dari
lokasi wisata. Tetapi biasanya wisatawan di hotel yang terdapat di Waingapu.
Terakhir,
bagi siapapun yang ingin berwisata ke sana, mari bersama – sama menjaga
lingkungan pantai agar tetap bersih. Jangan membuang sampah sembarangan!
2 2. Goa
Nipon
Lokasi
tempat wisata yang satu ini tidak jauh dari Watu Parunnu. Ikuti saja jalan
lurus yang menuju kampung Woranu. Sepanjang tanjakan, Watu Parunnu akan terlihat
secara jelas dan lengkap dari atas bukit.
Sekarang
kita akan menjajal wisata sejarah berupa goa peninggalan Jepang. Goa ini merupakan
peninggalan sejarah pada masa penjajahan Jepang tahun 1942 – 1945.
Sekadar
mengingat sejarah masuknya Jepang ke Sumba. Penulis melampirkan cerita singkat
tentang masa kolonial.
Pasca Kolonial
Secara
resmi masa pemerintahan Belanda di Indonesia berakhir pada tanggal 8 Maret 1942
dengan di tanda tanganinya penyerahan kekuasaan kepada Jepang di lapangan terbang
Kalijati, Jawa Barat. Belanda takluk kepada Jepang sebagai akibat langsung
kekalahan pasukan sekutu dari pasukan AS dalam paruh pertama Perang Dunia II.
Masa Pemerintahan Jepang di Indonesia singkat saja, hanya 3,5 tahun, dan dalam
masa yang singkat itu Jepang nyaris tak melakukan perubahan apapun terhadap sistem
pemerintahan yang telah ditetapkan Belanda, hanya nama - namanya saja yang diubah
ke dalam bahasa Jepang.
Pada
masa pemerintahan Jepang, pulau Sumba kembali menjadi satu afdeling yang
disebut Sumba Ken. Sumba Ken terbagi menjadi dua bagian yaitu Tobu Sumba Bunken
(Sumba Timur) dengan ibukota Waingapu, dan Sebu Sumba Bunken (Sumba Barat)
dengan ibukota Waikabubak. Militer Jepang yang hadir di pulau Sumba adalah
Angkatan Laut dan Angkatan Darat, yang dikonsentrasikan pada wilayah-wilayah
yang akan dijadikan lapangan udara seperti Kawangu (dekat Mau Hau), Tilikadu
(Melolo) dan Kererobo (dekat Tambolaka). Untuk memuluskan pembangunan prasarana
militer Jepang seperti lapangan terbang, parit dan jembatan, ribuan penduduk
diwajibkan bekerja paksa dalam suasanan yang amat menekan, sehingga banyak
diantara mereka yang harus kehilangan nyawa. (Pura Woha, 2008).
Seperti
mulanya, akhir pemerintahan Jepang di Indonesia juga merupakan akibat langsung
Perang Dunia II yang akhirnya berbalik arah, pasukan AS dikalahkan pasukan
sekutu. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang dipaksa menyerah tanpa syarat
setelah Amerika menjatukan bom atom di dua kota besar Hiroshima dan Nagasaki.
Dengan kekalahan ini, pasukan Jepang yang berada di seantero negeri segera
ditarik mundur, begitu pula dengan yang ada di Sumba. Pemerintahan Jepang
segara diambil alih oleh sekutu. Rombongan sekutu yang diwakili oleh Australia
masuk ke Sumba pada bulan November 1945, dan seperti yang terjadi di belahan
lain Indonesia, mereka dibocengi oleh Belanda yang ingin kembali berkuasa.
Namun tentu tidak semudah itu karena bangsa Indonesia yang telah
memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 terus mengadakan
perlawanan.
Dengan
niat memperlemah perlawanan rakyat dan mempermudah kontrolnya, Belanda berusaha
mengkotak - kotakkan wilayah Indonesia ke dalam beberapa negara bagian, atau yang
lebih dikenal dengan istilah negara - negara boneka. Salah satunya
adalah Negara Indonesia Timur dan Sumba tergabung didalamnya. Tetapi bangsa
Indonesia tetap kokoh menuntut kemerdekaan yang akhirnya bisa direbut kembali
lewat sejumlah pertempuran dan negosiasi. Yang terbentuk setelah itu adalah
Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1945) lalu Negara Kesatuan Republik
Indonesia (17 Agustus 1950).
Ada
pun Sumba, sebagai bagian dari republik yang baru terbentuk saat itu,
senantiasa mengikuti dinamika perubahan yang terjadi. Pada awalnya Sumba
merupakan bagian dari Provinsi Nusa Tenggara yang antara lain mencakup pulau
Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, Alor, Pantar, Lomblen, Adonara, Timor,
Rote, Sabu dan lain-lain. Lalu, seiring terjadinya pemekaran Nusa Tenggara
menjadi tiga provinsi yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur,
maka Sumba, dengan pertimbangan kesamaan agama mayoritas yang menjadi dasar
penggolongan provinsi baru, menjadi bagian Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kala
itu ada 12 Kabupaten yang tergabung dalam Provinsi Nusa Tenggara Timur termasuk
Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Timur. Keduanya diresmikan pada
tanggal 13 Desember 1958.
Itulah
sejarah singkat tentang masa penjajahan Jepang di Sumba. Goa ini merupakan
bukti dan fakta sejarah yang harus dilestarikan.
3 3. Tamarin
Beach
Setelah
singgah sebentar di goa Jepang dan sudah mengabadikan momen ini lewat foto. Sekarang
lanjut menuju ke Tamarin Beach. Perjalanan menuju ke sana cukup menahan napas
bila menggunakan motor karena banyak kerikil lepas dan aspal jalan putus –
putus. Tapi, selama perjalanan benar – benar tak henti – hentinya memuji kebesaran
Allah Bapa pencipta alam semesta. Mulai waktu mendaki dari Goa Nipon melewati Anda
Oka Kawat(Jalan Pagar Kawat) kemudian menurun yang sangat panjang menuju
kampung Woranu. Keindahan pantai dilihat dari atas bukit. Birunya air laut,
putihnya ombak dan hijaunya hutan menjadi lengkap ciptaan Tuhan.
Tamarin
Beach bukan nama sebenarnya. Awalnya dikenal sebagai Pantai Woranu karena dekat
dengan kampung Woranu. Nama Tamarin beach terbentuk karena di sepanjang pantai
terdapat banyak pohon asam. Pantai ini juga tidak kalah indah dan mempesona. Dua
tahun lalu pantai ini masih sepi karena jarang orang ke sana. Tapi sekarang sudah
ramai. Mereka bukan wisatawan yang datang berwisata, tetapi penduduk desa Lainjanji
yang ingin mengadu nasib dengan mencari “Rau Lamu”. Rau Lamu itu adalah sejenis
rumput laut(bukan rumput laut pembuat agar – agar) yang kemudian dijemur lalu
dijual. Dengan banyaknya masyarakat setempat yang tinggal di sana berarti
kebersihan pantai menjadi tercemar. Jadi, tetap ingat menjaga kebersihan pantai.
4 4. Mata
Wai Mbana
Sekarang
kita berbalik arah pulang ke jalan yang sama melewati goa Jepang, Watu Parunnu
dan Kampung Kamutuk Tana dan berbelok ke kiri jalan menuju ke spot wisata yang
terakhir, yaitu Mata Wai Mbana. Letak wisata alam yang satu ini berada di Desa Mekar Mata Wai Mbana. Spot wisata ini mwnjadi ikon nama desa tersebut. Dari kampung Kamutuk Tana sekitar 1,5 Km jaraknya.
Mata Wai Mbana terdiri dari tiga kata, yaitu: “Mata” berarti “Mata”, “Wai” berarti
“Air” dan” Mbana” berarti “Panas”. Jadi, Mata Wai Mbana berarti Mata air yang
mengeluarkan air panas. Sebenarnya airnya tidak panas tapi cukup hangat dan
berbau belerang. Di sekitar mata air ini di pagari pohon – pohon besar yang
belum terjamah oleh tangan – tangan manusia.
Konon
katanya, mata air ini ada penunggunya seekor ular besar. Memang pantas jika masyarakat
setempat tidak berani memotong kayu ataupun sekadar berbuat tak senonoh di tempat
itu. Cukup seram juga jika mendengar cerita ini, tetapi jika niat kita cuma
untuk pergi sekadar mandi, itu tidak akan terjadi apa – apa.
Menurut
kata Boku Turu Rawambaku II yang merupakan tetua adat di sana bahwa itu merupakan
gunung api yang sudah tidak aktif lagi. Airnya yang hangat dan mengadung belerang
itu dapat menyembuhkan beberapa penyakit kulit, seperti kudis, kurap, panu, dan
penyakit kulit lain asalkan secara rutin mandi di tempat itu. Selain memberikan
relaksasi rasa hangat, kita bisa mengagumi keindahan ciptaan Tuhan yang luar biasa
dan ditemani kicauan burung – burung di atas pohon.
Mungkin banyak orang yang bilang kalau Pulau Sumba
itu gersang dan tak menghasilkan apa – apa. Perlu diketahui bahwa tak semua
tempat kering dan gersang. Dibalik itu semua tersimpan sejuta keindahan apabila
terus dijaga dan dilestarikan.
Sumber Gambar : Google, Youtube dan Hasil Huntingan Pribadi