Saturday 2 July 2016

CAMILAN THREE IN ONE ALA MASYARAKAT SUMBA



Setiap daerah di Indonesia mempunyai tata caranya masing – masing untuk menyambut atau menghormati tamu yang datang bertamu di rumahnya. Ada yang menghormati tamunya dengan menyuguhkan teh, kopi, atau air putih dengan penganan yang ringan. Berbeda dengan masyarakat Sumba pada umumnya. Jangan heran jika suguhan pertama berbentuk buah – buahan aneh dan bubuk putih seperti bedak bayi. Itu adalah Pahappa. Sebagai salah satu warga Sumba, saya ingin mengupas lebih dalam tentang budaya “Pahappa”.
1.      Pahappa


Apa itu “Pahappa”? Pahappa berasal dari bahasa daerah Sumba Timur, terdiri dari dua kata, yaitu: “Pa” yang berarti “Yang” dan “Happa” yang berarti “Kunyah”. Jadi, Pahappa berarti Yang Dikunyah. Pahappa itu sendiri terdiri dari buah pinang, buah atau sirih dan kapur yang merupakan sajian khas orang Sumba untuk para tamunya. Budaya mengunyah sirih – pinang memang sangat melekat pada masyarakat Sumba terkhusus di Kabupaten Sumba Timur karena merupakan warisan leluhur dari zaman dahulu dan membudaya sampai sekarang. Tradisi ini berbeda jika dilihat di daerah lain, yang mengunyah adalah ibu – ibu yang sudah tua dengan istilah “Minang”. Tetapi di Sumba Timur khususnya, dari usia kanak – kanak sampai lansia merupakan hal yang wajar dan lumrah jika mengunyah pahappa. Itu disebabkan karena disetiap rumah atau disetiap upacara adat selalu disuguhkan.
“Pangalang kaddi na ai”
“Ndau laku lii a pahappa”?
“Malla wa nyunna”.
Tiga kalimat di atas adalah contoh percakapan kecil antara kenalan atau keluarga yang menyapa karena tidak sempat singgah untuk sekadar happa dengan tuan rumah yang mempersilahkan orang itu untuk melanjutkan perjalanannya jika tidak sempat lagi untuk singgah ke rumahnya.
Pahappa memiliki beberapa lambang yang sangat penting dalam menunjang adat istiadat Sumba Timur:
a.       Sebagai Lambang Kesopanan
Sopan santun merupakan norma yang sangat penting dikalangan masyarakat Sumba pada umumnya. Tidak heran jika nenek moyang dulu mengutamakan norma sopan santun sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dengan menjaga tali silaturahim. Wujud rasa hormat itu dengan menyuguhkan pahappa. Rumah tanpa pahappa dalam masyarakat Sumba diibaratkan seperti seorang yang pergi bernaung di sebuah pohon besar. Tidak ada gunanya jika rumah mewah sekalipun tanpa “Mbola Pahappa (wadah tempat sirih - pinang)”. Ada ataupun tidak ada isinya yang penting disuguhkan sebagai tanda kesopansantunan.
b.      Sebagai Lambang Kebersamaan
“Halulu kutta peku, haranggu winnu koka”. Halulu kutta peku berarti sebatang sirih yang bernas atau pantas dan Haranggu winnu koka berarti setangkai pinang yang lebat. Jadi, artinya menandakan kebersamaan di dalam satu kesatuan.
“Kutta angu lulungu, Winnu angu helungu”. Artinya pertemanan kita seperti setangkai sirih yang wajar atau layak, kita laksana pinang yang sama-sama mekar. Maksudnya adalah sebagai masyarakat Sumba bersama - sama hidup dan saling menghidupi dan saling tolong menolong tanpa menyakiti satu sama lain.
c.       Sebagai Adat Istiadat Masyarakat Sumba Timur
Dalam setiap upacara adat masyarakat Sumba Timur baik perkawinan adat, upacara kematian, musim tanam ataupun musim tuai, selalu bertemu dengan “Camilan Three in One” ini. Telah saya katakan bahwa itu sudah merupakan budaya yang tak akan pernah hilang sampai kapanpun.
d.      Sebagai Wujud Rasa Terima Kasih
Rasa terima kasih tidak cukup hanya dengan kata – kata ataupun bualan semata. Seperti ada yang kurang jika kata – kata itu tidak disertai pahappa. Candaan sepertinya kehilangan teman setianya. Begitulah yang saya rasakan jika bertamu tapi tidak ada pahappa. Berterima kasih kepada Tuhan pun tetap mempersembahkan pahappa selain kurban dan hasil bumi yang lain. Itulah yang saya lihat jika tetua adat dalam aliran kepercayaan asli Sumba yaitu Marapu mengadakan ritual. Biasanya di bawah pohon besar atau batu besar.

2.      Wi – Ku – Ka

Ada yang pernah mendengar singkatan di atas? Sebenarnya itu adalah singkatan yang saya buat sendiri, yaitu: Winnu(pinang), Kutta(sirih), Kapu(kapur). Ketiga elemen inilah yang membentuk sebuah kata Pahappa. Pahappa tidak memberikan rasa lapar jadi kenyang, rasa haus jadi lepas dahaganya, tetapi memberikan rasa puas jika mulut kita benar – benar berwarna merah berarti kita cukup mahir untuk happa. Beberapa orang yang pertama kali mengunyah pahappa tidak lekas merah karena bila rasa sepat di mulut itu menandakan kelebihan pinang, bila rasa pedas menandakan kelebihan sirih dan bila mulut terasa panas menandakan kelebihan kapur sirihnya. Jadi, dalam mencampur itu kedalam mulut harus benar – benar seimbang. Aktifitas mengunyah pahappa berarti bukan memakan. Jelas berbeda. Memakan berarti sesuatu yang masuk ke mulut akan ditelan. Kalau mengunyah itu tidak ditelan bahkan air liurpun dibuang. Jika tertelan maka akan mengalami rasa pusing dan mual karena beberapa zat di pahappa.
Sebelum anda mencoba untuk belajar mengunyah pahappa, ada baiknya anda harus tahu apa itu pinang, sirih dan kapur.
a)      Winnu (Pinang)
Pinang dengan nama ilmiah Areca Catechu adalah sejenis palma yang tumbuh daerah pasifik seperti Asia dan Afrika bagian timur. Banyak diperjualbelikan di daerah bagian timur Indonesia. Buahnya berasa sepat di mulut ini mengandung alkaloida seperti misalnya arekaina(arecaine) dan arekolina(arecoline) yang sedikit banyak bersifat adiktif dapat merangsang kerja otak.
Sementara itu, ada beberapa biji pinang yang akan menimbulkan rasa mual dan pening apabila dikunyah. Itu dikarenakan adanya zat – zat selain di atas masih ada lagi seperti arecaidine, arecolidine, guracine(guacine), guvacoline dan beberapa unsur lainnya.
Khasiat buah pinang secara tradisional digunakan sebagai obat ramuan untuk mengobati sakit disentri, diare berdarah dan kudisan. Obat di apotek, Simplisida berbahan baku buah pinang dapat mengobati cacingan terutama untuk mengatasi cacing pita. Bijinya dimanfaatkan sebagai penghasil zat pewarna merah. Makanya tidak heran jika happa, mulut menjadi warna merah.
b)      Kutta(Sirih)
Sirih merupakan tanaman asli Indonesia yang merambat atau bersandar pada batang pohon. Tanaman ini dapat dikatakan sebagai tanaman setengah benalu karena akar rambatnya melekat pada pohon rambatannya. Buahnya berasa pedas di mulut. Tanaman ini merambat dapat mencapai tinggi 15 meter bahkan lebih. Buahnya berbentuk silinder dan panjang. Berwarna hijau segar. Daunnya tunggal berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh selang – seling, bertangkai dan mengeluarkan bau yang sedap bila di ramas.
Daunnya mengandung anti septik pencegah gigi berlubang. Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak betlephenol, seskuiterpen, pati, diatase, gula, zat samak dan kavikol yang memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi, fungisida dan anti jamur. Berkhasiat menghilangkan bau badan yang ditimbulkan bakteri.
c)      Kapu(Kapur)
Pernahkah mendengar kapur sirih terbuat dari apa? Atau adakah yang berpikir bahwa kapur terbuat dari batu kapur, atau kapur alam, ataupun dari tanah putih? Semuanya itu adalah jawaban yang salah. Lantas terbuat dari apakah kapur sirih itu?
Kapur sirih terbuat dari terumbu karang. Unik bukan? Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae juga termasuk dalam jenis filum cnidaria kelas anthozoa yang memiliki tentakel. Apakah terumbu karang digiling atau ditumbuk? Jawabannya adalah tidak. Jadi, dari terumbu karang sampai menjadi kapur sirih itu mempunyai proses yang cukup panjang. Mari kita mulai!
Pertama, tanpa merusak terumbu karang yang sedang tumbuh, produsen memilih terumbu karang yang sudah rusak tapi masih cukup segar dan tidak berlumut di laut saat air surut.
Kedua, setelah sesampainya di rumah, terumbu karang dibersihkan dengan air tawar untuk membersihkan lumut dan air laut. Kemudian tiriskan atau dijemur supaya kering.
Ketiga, terumbu karang dibakar dalam sebuah wadah dengan api yang membara terus menerus sampai matang atau menjadi bubuk berwarna putih seperti bedak bayi. Jika ada yang bubuk kapur kehitam – hitaman, maka akan disisihkan setelah proses pendinginan.
Keempat, setelah dingin selanjutnya diisi kedalam wadah tertutup yang terbuat dari anyaman daun Lontar bernama “Ana Lipit”. Kemudian disimpan atau diperam supaya kualitasnya lebih bagus dan lebih panas.
Kelima, setelah melewati tahap peraman dilanjutkan dengan memasarkan ke pasar juga dapat dititip ke kios – kios terdekat. Sisahnya dikonsumsi sendiri.

Cara pembuatan kapur sirih ini merupakan cara tradisional dan merupakan home production. Belum bisa secara besar – besaran.
Dalam menulis artikel ini tentu banyak ketidaksempurnaan. Jadi, mohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca setia. Juga banyak sumber yang penulis baca selain pengetahuan dan pengalaman sendiri.
Terima kasih dan semoga bermanfaat.

2 comments:

  1. mntap..sudh bisa jdi ahli antripologi sumba...hhhhhhh

    ReplyDelete
    Replies
    1. mksih Moat....hehehe. Klo ko punya blog, shvre nanti sy baca juga.

      Delete