Sekolah adalah suatu lembaga dimana kita dapat mengenyam pendidikan
yang
layak untuk hidup dan kehidupan kita. Dengan pendidikan, kita dibentuk menjadi insan - insan yang
berbudi pekerti luhur. Anak sejak lahir sudah mendapat pendidikan dari orang
tuanya dalam lingkungan keluarga. Tetapi, bagaimana pun juga, itu tidak cukup untuk menjadi manusia
yang insani. Anak - anak harus mendapatkan pendidikan di lingkungan sekolah walaupun di
lingkungan masyarakat dia bergaul dan beradaptasi dengan lingkungan dan orang
sekitarnya. Pendidikan di sekolah mulai dari SD,SLTP,SLTA
dan sampai pada perguruan tinggi menjadi patokan utama dalam membuat karakter anak karena
di sana dia akan mendapat ilmu pengetahuan yang
jauh lebih banyak dari lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.
Waktu saya belum masuk di
SD,saya adalah seorang anak yang mempunyai rasa keingintahuan yang
besar. Pada masa anak-anak sangat hiperaktif dalam bermain dan bertanya jika ada sesuatu
yang
saya tidak tahu atau kurang paham. Sebagai salah satu contoh adalah saya pernah bertanya kepada Ibu saya, waktu saya lahir, saya lawat dimana? Itu pertanyaan konyol tapi serius. Tentu saja, Ibu saya berbohong dengan mengatakan waktu saya lahir dari dalam perut keluar lewat mulut. Saya belum puas dan merasa terbohongi dengan mengatakan kalau lahirnya lewat mulut itu tidak mungkin karena lubangnya terlalu kecil dan pastinya gigi Ibu saya akan melukai tubuh saya. Dengan bingung Ibu saya berkata:”Nanti kamu akan tahu sendiri kalau kamu sudah besar”. Saya belum puas juga dan lari menghampiri
ayah dengan menanyakan hal yang sama. Ayah saya hanya tersenyum lalu mengatakan hal yang
sama pula. Dia juga mengatakan pada waktu saya lahir, besarnya hanya sebesar tongkol jagung. Setelah keluar dan terkena udara luar baru membesar. Dari jawaban bapak, saya merasa puas walaupun itu adalah bohong.
Suatu hari,saya sedang asyik menggambar rumah
di tanah. Kakek saya datang menghampiri dan mengajari saya menulis huruf A-Z dan angka
1-20. Saya bertanya "buat apa ini?" Kakek menjawab:”Nanti kalau sudah masuk sekolah baru tahu untuk apa ini. Nah,sekarang latihan menulis! Saya hanya mengikuti saja dan berhasil menulis itu semua. Hanya angka”
3” yang sulit karena saya tulis seperti huruf
“M”. Kakek juga menambahkan kalau itu untuk bekal nanti masuk sekolah. Jadi, setelah masuk SD, saya sudah bisa menulis angka dan huruf walaupun
TK atau playgroup tidak ada pada waktu itu.
Tibalah saatnya masuk SD. Dengan perasaan senang karena sudah bisa sekolah dan mendapat banyak teman. Sekolah adalah tempat dimana saya mendapat banyak teman. Itulah
yang saya tahu tentang sekolah. Saya tidak tahu pengetahuan itu apa. Disana berbeda dengan
di rumah. Maksud saya, kalau di rumah, apapun yang kita lakukan terserah dan orang
tua tidak melarang semua itu, kecuali yang berbahaya dan ekstrim. Di sekolah yang
selama ini saya banggakan dan saya impikan bukan seperti yang
saya bayangkan. Bila tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru
tersebut, akan dipukul. Terlambat saja dipukul. Pemukulnya pun
bermacam-macam. Mulai dari rotan, kabel kopling, akar asam, sapu, kayu bahkan penggaris kayu
yang selama ini dijadikan untuk menggaris dipapan tulis, dijadikan alat untuk memukul siswa
yang bandel. Bertanya dan tidak bertanya, rebut maupun tidak, tetap terkena pukulan karena satu
orang
salah berarti semua salah, seperti SCTV, satu untuk semua. Bagaimana bisa bertanya kalau gurunya kejam dan bengis. Semua mereka lakukan sampai mereka puas. Anak mau lapor kepada
orang tua, orangtua yang menyuruh guru supaya di
didik.Semua serba salah. Anak seperti mayat berjalan seperti Pak
BambangWisudo katakan bulan lalu dalam pelatihan dengan tema Pendidikan Nasional. Kalau membuat kesalahan
yang ringan, murid disuruh lari keliling gedung sekolah selama jam
pelajaran dan berdiri menatap matahari bila terlambat ke sekolah. Ini
adalah kekerasan dalam sekolah yang semestinya anak-anak belajar tetapi disuruh timba
air dari kali
kerumah Kepala Sekolah guna memenuhi keperluan mencuci, mandi dan sebagainya.
Sekolah merupakan penjara bagi anak-anak
yang
mempunyai kreatifitas tetapi terkubur dengan adanya kekerasan tersebut. Sekolah tidak lagi merupakan tempat untuk kita mendapatkan ilmu pengetahuan tetapi merupakan neraka bagi siswa-siswi. Namun demikian, mungkin karena
di sana adalah wilayah timur Indonesia jadi, watak keras itu akan selalu ada. Anak yang
ingin protes atau demo dengan cara membolos, absent, bahkan ada yang
memaki-maki guru, tetapi itu adalah cara-cara yang negative dan merugikan orang lain.
Dari
sejak masuk sampai tamat SD, cara mengajar guru masih tetap sama yaitu, dengan menyisipkan kekerasan
demi kekerasan dalam setiap jam mengajar. Anak yang didiktator dan yang
biasa diancam akan berdampak negative bagi psikisnya. Istilahnya, mental anak ada pada masa kecilnya. Bila masa itu
mental tidak di explor atau tidak diuji, maka dewasanya akan susah diubah.
Ada seorang anak bertanya dan anak ini dianggap agak berani menghadapi
guru-guru,katanya:”Mengapa hari-hari kami selalu dipukuli? Mengapa harus ada kekerasan?" Guru itu menjawab:”karena kami dulu dididik dengan keras.Kami keras untuk kebaikan kalian”.Kami semua tahu bahwa mereka mengajar kami supaya kami
menjadi anak yang pintar,berbakti kepada Tuhan,orang tua serta guru.
No comments:
Post a Comment