Wednesday 4 June 2014

KEKERASAN MASIH TERJADI DI SEKOLAHKU



Sekolah adalah suatu lembaga dimana kita dapat mengenyam pendidikan yang layak untuk hidup dan kehidupan kita. Dengan  pendidikan, kita dibentuk menjadi insan - insan yang berbudi pekerti luhur. Anak sejak lahir sudah mendapat pendidikan dari orang tuanya dalam lingkungan keluarga. Tetapi, bagaimana pun juga, itu tidak cukup untuk menjadi manusia yang insani. Anak - anak harus mendapatkan pendidikan di lingkungan sekolah walaupun di lingkungan masyarakat dia bergaul dan beradaptasi dengan lingkungan dan orang sekitarnya. Pendidikan di sekolah mulai dari SD,SLTP,SLTA dan sampai pada perguruan tinggi menjadi patokan utama dalam membuat karakter anak karena di sana dia akan mendapat ilmu pengetahuan yang jauh lebih banyak dari lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.
Waktu saya belum masuk di SD,saya adalah seorang anak yang mempunyai rasa keingintahuan yang besar. Pada masa anak-anak sangat hiperaktif dalam bermain dan bertanya jika ada sesuatu yang saya tidak tahu atau kurang paham. Sebagai salah satu contoh adalah saya pernah bertanya kepada Ibu saya, waktu saya lahir, saya lawat dimana? Itu pertanyaan konyol tapi serius. Tentu saja, Ibu saya berbohong dengan mengatakan waktu saya lahir dari dalam perut keluar lewat mulut. Saya belum puas dan merasa terbohongi dengan mengatakan kalau lahirnya lewat mulut itu tidak mungkin karena lubangnya terlalu kecil dan pastinya gigi Ibu saya akan melukai tubuh saya. Dengan bingung Ibu saya berkata:”Nanti kamu akan tahu sendiri kalau kamu sudah besar”. Saya belum puas juga dan lari menghampiri ayah dengan menanyakan hal yang sama. Ayah saya hanya tersenyum lalu mengatakan hal yang sama pula. Dia juga mengatakan  pada waktu saya lahir, besarnya hanya sebesar tongkol jagung. Setelah keluar dan terkena udara luar baru membesar. Dari jawaban bapak, saya merasa puas walaupun itu adalah bohong.
Suatu hari,saya sedang asyik menggambar rumah di tanah. Kakek saya datang menghampiri dan mengajari saya menulis huruf A-Z dan angka 1-20. Saya bertanya "buat apa ini?" Kakek menjawab:”Nanti kalau sudah masuk sekolah baru tahu untuk apa ini. Nah,sekarang latihan menulis! Saya hanya mengikuti saja dan berhasil menulis itu semua. Hanya angka” 3” yang sulit karena saya tulis seperti huruf “M”. Kakek juga menambahkan kalau itu untuk bekal nanti masuk sekolah. Jadi, setelah masuk SD, saya sudah bisa menulis angka dan huruf walaupun TK atau playgroup tidak ada pada waktu itu.
Tibalah saatnya masuk SD. Dengan perasaan senang karena sudah bisa sekolah dan mendapat banyak teman. Sekolah adalah tempat dimana saya mendapat banyak teman. Itulah yang saya tahu tentang sekolah. Saya tidak tahu pengetahuan itu apa. Disana berbeda dengan di rumah. Maksud saya, kalau di rumah, apapun yang kita lakukan terserah dan orang tua tidak melarang semua itu, kecuali yang berbahaya dan ekstrim. Di sekolah yang selama ini saya banggakan dan saya impikan bukan seperti yang saya bayangkan. Bila tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru tersebut, akan dipukul. Terlambat saja dipukul. Pemukulnya pun bermacam-macam. Mulai dari rotan, kabel kopling, akar asam, sapu, kayu bahkan penggaris kayu yang selama ini dijadikan untuk menggaris dipapan tulis, dijadikan alat untuk memukul siswa yang bandel. Bertanya dan tidak bertanya, rebut maupun tidak, tetap terkena pukulan karena satu orang salah berarti semua salah, seperti SCTV, satu untuk semua. Bagaimana bisa bertanya kalau gurunya kejam dan bengis. Semua mereka lakukan sampai mereka puas. Anak mau lapor kepada orang tua, orangtua yang menyuruh guru supaya di didik.Semua serba salah. Anak seperti mayat berjalan seperti Pak BambangWisudo katakan bulan lalu dalam pelatihan dengan tema Pendidikan Nasional. Kalau membuat kesalahan yang ringan, murid disuruh lari keliling gedung sekolah selama jam pelajaran dan berdiri menatap matahari bila terlambat ke sekolah. Ini adalah kekerasan dalam sekolah yang semestinya anak-anak belajar tetapi disuruh timba air  dari kali kerumah Kepala Sekolah guna memenuhi keperluan mencuci, mandi dan sebagainya.
Sekolah merupakan penjara bagi anak-anak yang mempunyai kreatifitas tetapi terkubur dengan adanya kekerasan tersebut. Sekolah tidak lagi merupakan tempat untuk kita mendapatkan ilmu pengetahuan tetapi merupakan neraka bagi siswa-siswi. Namun demikian, mungkin karena di sana adalah wilayah timur Indonesia jadi, watak keras itu akan selalu ada. Anak yang ingin protes atau demo dengan cara membolos, absent, bahkan ada yang memaki-maki guru, tetapi itu adalah cara-cara yang negative dan merugikan orang lain.
Dari sejak masuk sampai tamat SD, cara mengajar guru masih tetap sama yaitu, dengan menyisipkan kekerasan demi kekerasan dalam setiap jam mengajar. Anak yang didiktator dan yang biasa diancam  akan berdampak negative bagi psikisnya. Istilahnya, mental anak ada pada masa kecilnya. Bila masa itu mental tidak di explor atau tidak diuji, maka dewasanya akan susah diubah.

Ada seorang anak bertanya dan anak ini dianggap agak berani menghadapi guru-guru,katanya:”Mengapa hari-hari kami selalu dipukuli? Mengapa harus ada kekerasan?" Guru itu menjawab:”karena kami dulu dididik dengan keras.Kami keras untuk kebaikan kalian”.Kami semua tahu bahwa mereka mengajar kami supaya kami menjadi anak yang pintar,berbakti kepada Tuhan,orang tua serta guru.

No comments:

Post a Comment