Monday 16 June 2014

Makalah Ketamansiswaan


TUGAS KETAMANSISWAAN II
“SEPULUH SENDI-SENDI AJARAN KI HAJAR DEWANTARA DAN APLIKASINYA DALAM MASYARAKAT”








DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK VIII
1.    PETRUS BASA ODUNG      ( 10 002 233 )
2.    SIPRIANUS NDAWA LU    ( 11 002 021 )
3.    SALEMAN HARTOYO        ( 2012 002 175 )
4.    MONICA P. MEGA M          (28 002 128 )
5.    ANITO GUSMAO LOPES     (2012 002 177)
6.    YUYUN ANGGREINI K      ( 2013 002 106)
7.    ANGELIQ LINDA BILI       (2013 002 105)
8.    NOVI WIDYOWATI             (2013 002 139)
9.    CLOUDIA ARTANINDA     (2013 002 130)
10. NURUL FITRI                       (2013 002 128)


ENGLISH DEPARTEMEN
SARJANAWIYATA TAMANSISWA UNIVERSITY
JOGJAKARTA

2014



       LATAR BELAKANG

Taman Siswa adalah sekolah yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 3 Juli tahun 1922 di Yogyakarta (Taman berarti tempat bermain dan tempat belajar, Siswa mempunyai arti murid). Pada waktu pertama kali didirikan, sekolah ini diberi nama “National Onderwijs Institut Taman Siswa”, dan direalisasikan bersama-sama dengan teman-teman beliau di paguyuban Sloso Kliwonan.
Taman Siswa ini berpusat di Ibu Pawiyatan (Majelis Luhur) di Jalan Taman Siswa, Yogyakarta, dan mempunyai sekolah cabang di banyak kota (129 cabang) di seluruh Indonesia sampai sekarang. Prinsip dasar dalam pendidikan Taman Siswa yang sudah tidak asing di telinga kita adalah:
1. Ing Ngarso Sung Tulodo (di depan kita memberi contoh)
2. Ing Madya Mangun Karso (di tengah membangun prakarsa dan bekerja sama)
3. Tut Wuri Handayani (di belakang memberi daya-semangat dan dorongan).
4. Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Ketiga prinsip pendidikan ini sampai sekarang masih terus menjadi panduan dan pedoman dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Keanekaragaman masyarakat Indonesia sangat luas saat ini, hal ini meliputi dari segi cara dan gaya hidup, cara berpikir, prinsip dan dari segi kehidupan yang sangat berbeda antara satu dengan yang lain. Akan tetapi hal ini tidak seharusnya menghambat agar kita sebagai masyarakat serta generasi penerus bangsa Indonesia ini saling mendukung antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu perbedaan yang telah ada, dapat kita satukan dengan kita hidup sebagai masyarakat yang saling melengkapi dengan berbagai macam ajaran yang dapat saling menyatukan kita sebagai bangsa Indonesia yang utuh. Hal ini dapat mendukung masyarakat untuk saling membangun antara satu dengan yang lain. Maka dengan ini akan tercipta masyarakat yang mempunyai tujuan yang sama demi membangun kehidupan yang adil, damai, makmur dan sejahtera.
Banyak pelajaran serta pengetahuan yang terdapat dalam ajaran Ki Hadjar Dewantara, diantaranya adalah berupa “ fatwa akan sendi hidup merdeka”. Pengertian fatwa itu sendiri dapat dilihat dari segi etimologi berasal dari kata al fatwa wal futyaa (fatawaa) yang berarti petuah, nasehat jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan hukum. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan di bahas  “Sepuluh Sendi-sendi Ajaran Ki Hadjar Dewantara dan Aplikasinya Dalam  Masyarakat.
       AJARAN HIDUP DAN CITA-CITA KI HADJAR DEWANTARA
Tamansiswa adalah wadah dan wujud ajaran hidup Ki Hadjar Dewantara yang berupa azas, sendi organisasi, sistem pendidikan dan cara-cara kebiasaan hidup sebagai syarat pelaksanaan dan cita-cita kehidupan Tamansiswa.
Ajaran hidup Ki Hadjar Dewantara yang dituangkan sebagai ajaran “Ketamansiswaan” tidak hanya berlaku untuk penyelenggaraan pendidikan formal tetapi dimaksudkan untuk mengatur kehidupan manusia baik dalam keluarga, masyarakat dan bernegara.

      FATWA UNTUK HIDUP MERDEKA
Untuk peneguh keyakinan perjuangan kita, Ki Hadjar Dewantara memberikan kita bundelan dari beberapa ajarannya, yang disebut  Ki Hadjar sebagai “ fatwa akan sendi hidup merdeka”.
Untuk dingat-ingat,direnungkan dan diamalkan:
1.      “ Lawan Sastra Ngesti Mulya”
Dengan pengetahuan kita menuju kemuliaan. Inilah yang dicita-citakan Ki Hadjar dengan Tamansiswanya, untuk kemuliaan nusa bangsa dan rakyat. Sastra herjendrayuningrat pangruwatin dyu berarti ilmu yang luhur dan mulia menyelamatkan dunia serta melenyapkan kebiadaban.
Fatwa ini adalah juga candrasengkala,mencatat lahirnya Tamansiswa (tahun 1852 atau 1922).
2.      “ Suci Tata Ngesti Tunggal”
Dengan suci batinnya,tertib lahirnya menuju kesempurnaan,sebagai janji yang harus diamalkan oleh tiap-tiap peserta perjuangan Tamansiswa.
Fatwa ini juga sebagai candrasengkala,mencatat lahirnya persatuan Tamansiswa (tahun 1853 atau 1923).
3.      “ Hak diri untuk menuntut salam dan bahagia”
Berdasarkan asas Tamansiswa,yang menjadi syarat hidup merdeka berdasarkan pada ajaran agama,bahwa bagi Tuhan semua manusia itu pada dasarnya sama; sama haknya dan sama kewajibannya. Sama haknya mengatur hidupnya serta sama haknya menjalankan kewajiban kemanusiaan,untuk mengejar keselamatan hidup lahir dan bahagia dalam hidup batinnya. Jangan kita hanya mengejar keselamatan lahir, dan jangan pula hanya mengejar kebahagiaan hidup batin.
4.      “ Salam bahagia diri tak boleh menyalahi damainya masyarakat”
Sebagai peringatan, bahwa kemerdekaan diri kita dibatasi oleh kepentingan keselamatan masyarakat. Batas kemerdekaan diri kita ialah hak-hak orang lain yang seperti kita masing-masing sama-sama mengejar kebahagiaan hidup. Segala kepentingan bersama harus diletakkan di atas  kepentingan diri masing-masing akan hidup selamat dan bahagia, apabila masyarakat kita terganggu, tidak tertib dan damai. Janganlah mengucapkan “hak diri” kalau tidak bersama-sama dengan ucapan “tertib damainya masyarakat”, agar jangan sampai hak diri itu merusak hak diri orang lain sesama kita, yang berarti merusak keselamatan hidup bersama, yang juga merusak kita masing-masing.
5.      “ Kodrat alam penunjuk untuk hidup sempurna”
Sebagai pengakuan bahwa kodrat alam, yaitu segala kekuatan dan kekuasaan yang mengililingi dan melingkungi hidup kita itu adalah sifat lahirnya kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa, yang berjalan tertib dan sempurna di atas segala kekuasaan manusia. Janganlah hidup kita bertentangan dengan ketertiban kodrat alam. Petunjuk kodrat alam kita jadikan pedoman hidup kita, baik sebagai alam kita jadikan pedoman hidup kita, baik sebagai orang seorang atau individu, sebagai bangsa maupun sebagai anggota dari alam kemanusiaan.
6.      “ Alam hidup manusia adalah alam hidup berbulatan”
Berarti bahwa hidup kita masing-masing itu ada dalam lingkungan berbagai alam-alam khusus yang saling berhubungan dan berpengaruh. Alam khusus ialah alam diri,alam kebangsaan dan alam kemanusiaan. Rasa diri, rasa bangsa dan rasa kemanusiaan,ketiga-tiganya hidup dalam tiap-tiap sanubari kita masing-masing manusia. Adanya perasaan ini tidak dapat dipungkiri.
7.      “ Dengan bebas dari segala ikatan dan suci hati berhambalah kita kepada Sang Anak”
Penghambaan kepada Sang Anak tidak lain daripada penghambaan kita sendiri. Sungguhpun pengorbanan kita itu kita tunjukkan kepada Sang Anak, tetapi yang memerintahkan kita dan memberi titah untuk berhamba dan berkorban itu bukan si anak, tetapi kita sendiri masing-masing. Di samping itu kita menghambakan diri kepada bangsa, negara pada rakyat dan agama atau terhadap lainnya. Semua itu tak lain penghambaan pada diri sendiri,untuk mencapai rasa bahagia dan rasa damai dalam jiwa kita sendiri.
8.      “ Tetep – Mantep – Antep”
Dalam melaksanakan tugas perjuangan kita, kita harus tetap hati. Tekun bekerja,tidak menoleh kekanan dan kekiri. Kita harus tetap tertib dan berjalan maju. Kita harus selalu “Mantep”, setia dan taat pada asas itu, teguh iman hingga tak ada yang dapat menahan gerak kita atau membelokkan aliran kita.
Sesudah kita tetap dalam gerak lahir kita dan mantep dan tabah batin kita, segala perbuatan kita akan “antep”, berat berisi dan berharga. Tak mudah dihambat, ditahan-tahan dan dilawan oleh orang lain.
9.      “ Ngandel – Kendel – Bandel ”
Kita harus “ngandel”, percaya jika kepada kekuasaan Tuhan dan percaya kepada diri sendiri. “ Kendel”, berani,tidak ketakutan dan was-was oleh karena kita percaya Tuhan dan kepada diri sendiri. “Bandel”,yang berarti tahan,dan tawakal. Dengan demikian maka kita menjadi “kendel”, tebal, kuat lahir batin kita, berjuang untuk cita-cita kita.
10.   “ Neng – Ning – Nung – Nang “
Dengan “neng”, meneng, tenteram lahir batin, tidak gugup, kita menjadi “ning”,wening, bening, jernih pikiran kita, mudah membedahkan mana hak dan mana batil, mana benar mana salah, kita menjadi “nung”, hanung, kuat sentosa,kokoh lahir dan batin untuk mencapai cita-cita. Akhirnya “nang”, menang, dan dapat wewenang, berhak dan kuasa atas usaha kita.

Sepuluh fatwa Ki Hadjar di atas itu merupakan welingan, pesanan dan amanat kepada kaum Tamansiswa yang berjuang menghadapi kesulitan hidup dan rintangan-rintangan yang hebat terutama di waktu jaman pemerintahan kolonial. Ia menjadi mantra yang menguatkan keyakinan perjuangan kaum Tamansiswa.

NGERTI – NGRASA – NGLAKONI
Ki Hadjar mengingatkan, bahwa terhadap segala ajaran, dan cita- cita hidup yang kita anut, diperlukan pengertian, kesadaran dan kesungguhan pelaksanaannya. Tahu dan mengerti saja tidak cukup, kalau tidak merasakan, menyadari, dan tidak ada artinya kalau tidak melaksanakan dan tidak memperjuangkan.
Merasa saja dengan tidak pengertian dan tidak melaksanakan.menjalankan tanpa kesadaran dan tanpa pengertian tidak akan membawa hasil. Sebab itu syarat bagi peserta tiap perjuangan cita-cita, ia harus tahu, mengerti apa maksudnya, apa tujuannya. Ia harus merasa dan sadar akan arti dan cita-cita itu dan merasa pula perlunya bagi dirinya dan bagi masyarakat, dan harus mengamalkan perjuangan itu.
“ Ilmu tanpa amal seperti pohon kayu yang tidak berbuah”. “ Ngelmu tanpa laku kothong, laku tanpa ngelmu tanpa cupet”. Ilmu tanpa amal perbuatan adalah kosong, perbuatan tanpa ilmu pincang. Bagi pengikut dan peserta perjuangan haruslah penuh pengetahuan dan pengertian, penuh semangat dan kemauan dan sungguh melaksanakan semua yang menjadi pengetahuan dan cita-citanya. Demikian diminta Ki Hadjar bagi tiap-tiap orang yang mengemban ayahan. 


      KESIMPULAN

Dari Tamansiswa banyak pahlawan kemerdekaan lahir yang berjuang untuk Indonesia merdeka. Dari Tamansiswa tumbuh kader-kader nasionalis, yang pada awal kemerdekaan perannya sangat signifikan di negeri ini. Hingga sekarang lambang Departeman Pendidikan Nasional diambil dari ikon Tamansiswa yaitu Tut Wuri Hadayani.               
Oleh karena itu kita sebagai generasi penerus bangsa yang berada di tengah-tengah masyarakat yang luas, hendaknya selalu berusaha menjadi pribadi yang mempunyai prinsip,serta sikap yang mencerminkan bahwa kita bisa dan harus memjadi seorang pendidik yang mendidik atas dasar ajaran dan nilai-nilai yang telah di ajarkan oleh Ki Hajar Dewantara.




DAFTAR PUSTAKA

         Tauchid,muhammad,2011,Perjuangan dan Ajaran Hidup Ki Hadjar Dewantara,cetakan ketiga Majelis  Luhur Tamansiswa Yogyakarta,Yogyakarta
         Boentarsono, Ki B., Dwiarso, Ki Priyo dkk,2012,Tamansiswa Badan perjuangan Kebudayaan dan Pembangunan Masyarakat,Perguruan Tamansiswa Yogyakarta,Yogyakarta
         Sutikno, Ki,2012,Ketamansiswaan II,Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta,Yogyakarta

No comments:

Post a Comment