TUGAS KETAMANSISWAAN II
“SEPULUH SENDI-SENDI AJARAN KI
HAJAR DEWANTARA DAN APLIKASINYA DALAM MASYARAKAT”
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK VIII
1.
PETRUS
BASA ODUNG ( 10 002 233 )
2.
SIPRIANUS
NDAWA LU ( 11 002 021 )
3.
SALEMAN
HARTOYO ( 2012 002 175 )
4.
MONICA P. MEGA M (28 002 128 )
5.
ANITO
GUSMAO LOPES (2012 002 177)
6.
YUYUN ANGGREINI
K ( 2013 002 106)
7.
ANGELIQ LINDA
BILI (2013 002 105)
8.
NOVI WIDYOWATI (2013 002 139)
9.
CLOUDIA
ARTANINDA (2013 002 130)
10.
NURUL FITRI (2013 002 128)
ENGLISH DEPARTEMEN
SARJANAWIYATA TAMANSISWA UNIVERSITY
JOGJAKARTA
2014
LATAR
BELAKANG
Taman Siswa adalah sekolah yang didirikan oleh Ki Hadjar
Dewantara pada tanggal 3 Juli tahun 1922 di Yogyakarta (Taman
berarti tempat bermain dan tempat belajar, Siswa mempunyai arti murid). Pada
waktu pertama kali didirikan, sekolah ini diberi nama “National Onderwijs
Institut Taman Siswa”, dan direalisasikan bersama-sama dengan teman-teman
beliau di paguyuban Sloso
Kliwonan.
Taman Siswa ini berpusat di Ibu Pawiyatan (Majelis
Luhur) di Jalan Taman Siswa, Yogyakarta,
dan mempunyai sekolah cabang di banyak kota (129 cabang) di seluruh Indonesia
sampai sekarang. Prinsip
dasar dalam pendidikan Taman Siswa yang sudah tidak asing di telinga kita
adalah:
1.
Ing Ngarso Sung Tulodo (di depan kita memberi contoh)
2.
Ing Madya Mangun Karso (di tengah membangun prakarsa dan bekerja sama)
3.
Tut Wuri Handayani (di belakang memberi daya-semangat dan dorongan).
4. Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya
Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Ketiga
prinsip pendidikan ini sampai sekarang masih terus menjadi panduan dan pedoman
dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Keanekaragaman
masyarakat Indonesia sangat luas saat ini, hal ini meliputi dari segi cara dan
gaya hidup, cara berpikir, prinsip dan dari segi kehidupan yang sangat berbeda
antara satu dengan yang lain. Akan tetapi hal ini tidak seharusnya menghambat
agar kita sebagai masyarakat serta generasi penerus bangsa Indonesia ini saling
mendukung antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu perbedaan yang telah
ada, dapat kita satukan dengan kita hidup sebagai masyarakat yang saling
melengkapi dengan berbagai macam ajaran yang dapat saling menyatukan kita sebagai
bangsa Indonesia yang utuh. Hal ini dapat mendukung masyarakat untuk saling
membangun antara satu dengan yang lain. Maka dengan ini akan tercipta
masyarakat yang mempunyai tujuan yang sama demi membangun kehidupan yang adil,
damai, makmur dan sejahtera.
Banyak
pelajaran serta pengetahuan yang terdapat dalam ajaran Ki Hadjar
Dewantara, diantaranya
adalah berupa “ fatwa akan sendi hidup merdeka”. Pengertian fatwa itu sendiri dapat
dilihat dari segi etimologi berasal dari kata al fatwa wal futyaa (fatawaa) yang
berarti petuah, nasehat jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan hukum. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan di bahas “Sepuluh Sendi-sendi Ajaran Ki Hadjar Dewantara dan Aplikasinya Dalam Masyarakat.
AJARAN
HIDUP DAN CITA-CITA KI HADJAR DEWANTARA
Tamansiswa
adalah wadah dan wujud ajaran hidup Ki Hadjar Dewantara yang berupa azas, sendi
organisasi, sistem pendidikan dan cara-cara kebiasaan hidup sebagai syarat
pelaksanaan dan cita-cita kehidupan Tamansiswa.
Ajaran
hidup Ki Hadjar Dewantara yang dituangkan sebagai ajaran “Ketamansiswaan” tidak
hanya berlaku untuk penyelenggaraan pendidikan formal tetapi dimaksudkan untuk
mengatur kehidupan manusia baik dalam keluarga, masyarakat dan bernegara.
FATWA
UNTUK HIDUP MERDEKA
Untuk
peneguh keyakinan perjuangan kita, Ki Hadjar Dewantara memberikan kita bundelan
dari beberapa ajarannya, yang disebut Ki
Hadjar sebagai “ fatwa akan sendi hidup merdeka”.
Untuk
dingat-ingat,direnungkan dan diamalkan:
1.
“
Lawan Sastra Ngesti Mulya”
Dengan pengetahuan kita
menuju kemuliaan. Inilah yang dicita-citakan Ki Hadjar dengan Tamansiswanya,
untuk kemuliaan nusa bangsa dan rakyat. Sastra herjendrayuningrat pangruwatin
dyu berarti ilmu yang luhur dan mulia menyelamatkan dunia serta melenyapkan
kebiadaban.
Fatwa ini adalah juga
candrasengkala,mencatat lahirnya Tamansiswa (tahun 1852 atau 1922).
2.
“
Suci Tata Ngesti Tunggal”
Dengan suci
batinnya,tertib lahirnya menuju kesempurnaan,sebagai janji yang harus diamalkan
oleh tiap-tiap peserta perjuangan Tamansiswa.
Fatwa ini juga sebagai
candrasengkala,mencatat lahirnya persatuan Tamansiswa (tahun 1853 atau 1923).
3.
“
Hak diri untuk menuntut salam dan bahagia”
Berdasarkan asas
Tamansiswa,yang menjadi syarat hidup merdeka berdasarkan pada ajaran
agama,bahwa bagi Tuhan semua manusia itu pada dasarnya sama; sama haknya dan
sama kewajibannya. Sama haknya mengatur hidupnya serta sama haknya menjalankan
kewajiban kemanusiaan,untuk mengejar keselamatan hidup lahir dan bahagia dalam
hidup batinnya. Jangan kita hanya mengejar keselamatan lahir, dan jangan pula
hanya mengejar kebahagiaan hidup batin.
4.
“
Salam bahagia diri tak boleh menyalahi damainya masyarakat”
Sebagai peringatan,
bahwa kemerdekaan diri kita dibatasi oleh kepentingan keselamatan masyarakat.
Batas kemerdekaan diri kita ialah hak-hak orang lain yang seperti kita
masing-masing sama-sama mengejar kebahagiaan hidup. Segala kepentingan bersama harus
diletakkan di atas kepentingan diri
masing-masing akan hidup selamat dan bahagia, apabila masyarakat kita
terganggu, tidak tertib dan damai. Janganlah mengucapkan “hak diri” kalau tidak
bersama-sama dengan ucapan “tertib damainya masyarakat”, agar jangan sampai hak
diri itu merusak hak diri orang lain sesama kita, yang berarti merusak
keselamatan hidup bersama, yang juga merusak kita masing-masing.
5.
“
Kodrat alam penunjuk untuk hidup sempurna”
Sebagai pengakuan bahwa
kodrat alam, yaitu segala kekuatan dan kekuasaan yang mengililingi dan
melingkungi hidup kita itu adalah sifat lahirnya kekuasaan Tuhan Yang Maha
Kuasa, yang berjalan tertib dan sempurna di atas segala kekuasaan manusia.
Janganlah hidup kita bertentangan dengan ketertiban kodrat alam. Petunjuk
kodrat alam kita jadikan pedoman hidup kita, baik sebagai alam kita jadikan
pedoman hidup kita, baik sebagai orang seorang atau individu, sebagai bangsa
maupun sebagai anggota dari alam kemanusiaan.
6.
“
Alam hidup manusia adalah alam hidup berbulatan”
Berarti bahwa hidup
kita masing-masing itu ada dalam lingkungan berbagai alam-alam khusus yang
saling berhubungan dan berpengaruh. Alam khusus ialah alam diri,alam kebangsaan
dan alam kemanusiaan. Rasa diri, rasa bangsa dan rasa kemanusiaan,ketiga-tiganya
hidup dalam tiap-tiap sanubari kita masing-masing manusia. Adanya perasaan ini
tidak dapat dipungkiri.
7.
“
Dengan bebas dari segala ikatan dan suci hati berhambalah kita kepada Sang
Anak”
Penghambaan kepada Sang
Anak tidak lain daripada penghambaan kita sendiri. Sungguhpun pengorbanan kita
itu kita tunjukkan kepada Sang Anak, tetapi yang memerintahkan kita dan memberi
titah untuk berhamba dan berkorban itu bukan si anak, tetapi kita sendiri
masing-masing. Di samping itu kita menghambakan diri kepada bangsa, negara pada
rakyat dan agama atau terhadap lainnya. Semua itu tak lain penghambaan pada
diri sendiri,untuk mencapai rasa bahagia dan rasa damai dalam jiwa kita
sendiri.
8.
“
Tetep – Mantep – Antep”
Dalam melaksanakan
tugas perjuangan kita, kita harus tetap
hati. Tekun bekerja,tidak menoleh kekanan dan kekiri. Kita harus tetap tertib dan berjalan maju. Kita
harus selalu “Mantep”, setia dan taat
pada asas itu, teguh iman hingga tak ada yang dapat menahan gerak kita atau
membelokkan aliran kita.
Sesudah kita tetap
dalam gerak lahir kita dan mantep dan tabah batin kita, segala perbuatan kita
akan “antep”, berat berisi dan
berharga. Tak mudah dihambat, ditahan-tahan dan dilawan oleh orang lain.
9.
“
Ngandel – Kendel – Bandel ”
Kita harus “ngandel”,
percaya jika kepada kekuasaan Tuhan dan percaya kepada diri sendiri. “ Kendel”,
berani,tidak ketakutan dan was-was oleh karena kita percaya Tuhan dan kepada
diri sendiri. “Bandel”,yang berarti tahan,dan tawakal. Dengan demikian maka
kita menjadi “kendel”, tebal, kuat lahir batin kita, berjuang untuk cita-cita
kita.
10. “ Neng – Ning – Nung – Nang “
Dengan “neng”, meneng, tenteram lahir batin,
tidak gugup, kita menjadi “ning”,wening,
bening, jernih pikiran kita, mudah membedahkan mana hak dan mana batil, mana
benar mana salah, kita menjadi “nung”,
hanung, kuat sentosa,kokoh lahir dan
batin untuk mencapai cita-cita. Akhirnya
“nang”, menang, dan dapat wewenang, berhak dan kuasa atas usaha kita.
Sepuluh fatwa Ki Hadjar di atas itu merupakan
welingan, pesanan dan amanat kepada kaum Tamansiswa yang berjuang menghadapi
kesulitan hidup dan rintangan-rintangan yang hebat terutama di waktu jaman
pemerintahan kolonial. Ia menjadi mantra yang menguatkan keyakinan perjuangan
kaum Tamansiswa.
NGERTI – NGRASA – NGLAKONI
Ki Hadjar mengingatkan, bahwa terhadap segala
ajaran, dan cita- cita hidup yang kita anut, diperlukan pengertian, kesadaran
dan kesungguhan pelaksanaannya. Tahu dan mengerti saja tidak cukup, kalau tidak
merasakan, menyadari, dan tidak ada artinya kalau tidak melaksanakan dan tidak
memperjuangkan.
Merasa saja dengan tidak pengertian dan tidak
melaksanakan.menjalankan tanpa kesadaran dan tanpa pengertian tidak akan
membawa hasil. Sebab itu syarat bagi peserta tiap perjuangan cita-cita, ia
harus tahu, mengerti apa maksudnya, apa tujuannya. Ia harus merasa dan sadar
akan arti dan cita-cita itu dan merasa pula perlunya bagi dirinya dan bagi
masyarakat, dan harus mengamalkan perjuangan itu.
“ Ilmu tanpa
amal seperti pohon kayu yang tidak berbuah”. “ Ngelmu tanpa laku kothong, laku tanpa
ngelmu tanpa cupet”. Ilmu tanpa amal
perbuatan adalah kosong, perbuatan tanpa ilmu pincang. Bagi pengikut dan
peserta perjuangan haruslah penuh pengetahuan dan pengertian, penuh semangat
dan kemauan dan sungguh melaksanakan semua yang menjadi pengetahuan dan
cita-citanya. Demikian diminta Ki Hadjar bagi tiap-tiap orang yang mengemban
ayahan.
KESIMPULAN
Dari Tamansiswa
banyak pahlawan kemerdekaan lahir yang berjuang untuk Indonesia merdeka. Dari
Tamansiswa tumbuh kader-kader nasionalis, yang pada awal kemerdekaan perannya
sangat signifikan di negeri ini. Hingga sekarang lambang Departeman Pendidikan
Nasional diambil dari ikon Tamansiswa yaitu Tut Wuri Hadayani.
Oleh karena itu
kita sebagai generasi penerus bangsa yang berada di tengah-tengah masyarakat
yang luas, hendaknya selalu berusaha menjadi pribadi yang mempunyai
prinsip,serta sikap yang mencerminkan bahwa kita bisa dan harus memjadi seorang
pendidik yang mendidik atas dasar ajaran dan nilai-nilai yang telah di ajarkan
oleh Ki Hajar Dewantara.
DAFTAR
PUSTAKA
• Tauchid,muhammad,2011,Perjuangan dan
Ajaran Hidup Ki Hadjar Dewantara,cetakan ketiga Majelis Luhur Tamansiswa Yogyakarta,Yogyakarta
• Boentarsono, Ki B., Dwiarso, Ki Priyo
dkk,2012,Tamansiswa Badan perjuangan Kebudayaan dan Pembangunan
Masyarakat,Perguruan Tamansiswa Yogyakarta,Yogyakarta
• Sutikno, Ki,2012,Ketamansiswaan
II,Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta,Yogyakarta
No comments:
Post a Comment